CERMIS REAL STORY; HANTU API KEMAMANG

 CERMIS REAL STORY; HANTU API KEMAMANG


Hantu Kemamang sangat asing di telinga masyarakat Milenial era sekarang. Hantu Kemamang merupakan salah satu jenis hantu api yang pada jaman dahulu sangat sering menampakkan diri di lingkungan masyarakat, dipercaya hantu ini menghuni kebun, persawahan dan rawa-rawa. Bahkan, kedatangan hantu ini dianggap sebagai sebuah pertanda akan adanya suatu musibah atau malapetaka. Hal yang harus diperhatikan jika bersinggungan dengan hantu ini adalah jangan sekali-kali kita memperhatikannya, karena Kemamang justru akan nampak semakin membesar.

 

Hantu Kemamang (Sumber)

 

Kemamang adalah salah satu perwujudan makhluk gaib yang identik dengan nyala api yang melayang di udara. Biasanya penampakan hantu ini terlihat melayang dari kejauhan dan mendekati seseorang atau menyelinap dari satu pohon ke pohon lain, hantu ini sejenis Banaspati yang terkenal di daerah Jawa Tengah. Ada persamaan antara Banaspati dan Kemamang, yaitu; kedua makhluk misterius tersebut sama-sama mengeluarkan kobaran api ketika menampakkan dirinya. Entah apa tujuan makhluk tersebut yang jelas masyarakat sangat takut jika melihat hantu berwujud bola api ini. Jika cerita Banaspati mengisahkan tentang wujud lain dari penampakan bola api, namun Kemamang sedikit lebih santun. Belum pernah ada yang mengaku mengalami kebakaran maupun terluka karena ulah dari makhluk misterius ini (Referensi: ceritapesugihannyata).

 

Legenda Desa Kemamang (Referensi: Budiarto Eko Kusumo, 2014)

 

Kemamang juga merupakan sebuah legenda asal usul sebuah desa di Bojonegoro Jawa Timur, namanya Desa Kemamang; Diceritakan ada sebuah daerah pedesaan yang subur, ditumbuhi pohon dan semak yang hijau dan lebat. Hiduplah sekelompok masyarakat rukun dan damai meskipun hidup dengan sederhana, orang menyebutnya Desa Siti Rejo. Desa Siti Rejo merupakan pemekaran dari Desa Swaloh dan sampai saat ini letaknya berada di sebelah utara Desa Siti Rejo.

Desa Siti Rejo lama-kelamaan menjadi ramai dengan adanya pendatang yang menetap dan tinggal di desa tersebut. Tak kalah lagi, Desa Siti Rejo sudah terkenal dikalangan penduduk atau desa sekitarnya, bahkan terdengar sampai keluar kota/kabupaten. Konon desa ini dihuni oleh sebangsa makhluk halus yang menyerupai anak kecil yang sedang mencari Kepiting dan Katak di malam hari, anehnya dari kepala anak ini keluar api yang menyala-nyala bagaikan sebuah obor. Makhluk ini menampakkan diri pada malam hari di sebelah selatan desa (sekitar lokasi tanah Bengkok Kepala Desa*).

[Tanah Bengkok; dalam sistem agraria di Pulau Jawa adalah lahan garapan milik desa. Tanah Bengkok tidak dapat diperjualbelikan tanpa persetujuan seluruh warga desa, namun boleh disewakan oleh mereka yang diberi hak mengelola].

Banyak orang yang penasaran atas cerita ini, sehingga tidak sedikit orang ingin membuktikannya keberadaan Hantu Kemamang tersebut. Karena kegemparan cerita tersebut, beritanya terdengar sampai ke telinga para pejabat. Tak hayal lagi, para pejabat pada saat itu ingin membuktikannya dengan ditemani oleh para punggawanya. Diceritakan pada waktu menyaksikan sudah tiba, setelah habis Maghrib menjelang tengah malam rombongan sudah tak sabar lagi terjun ke sawah. Mereka melihat sendiri, ada beberapa anak kecil di ubun-ubun kepalanya keluar api bagaikan obor sedang mencari makanan. Para punggawa yang tidak percaya dengan pemandangan ini, merasa terancam dan takut atas kejadian yang dilihatnya, akhirnya dilepaskan tembakan mengarah ke makhluk itu. Anehnya bukan malah hilang atau mati, namun sebaliknya makhluk halus (Janggitan) itu berubah menjadi banyak sehingga memenuhi satu petak sawah. Tidak percaya dengan kejadian yang dilihatnya setelah tembakan yang pertama, punggawa merasa tidak puas, sehingga dilepaskan tembakan ke dua, punggawa terperanjat karena Janggitan yang memenuhi satu petak sawah bertambah menjadi banyak sekali dan tak terhitung. Akhirnya di hamparan sawah yang gelap berubah menjadi terang oleh cahaya Janggitan itu.

Setelah kejadian itu Desa Siti Rejo makin termasyur. Namun bukan oleh karena Siti Rejo-nya, tetapi kata Janggitan (Kemamang) yang identik dengan makhluk halus (hantu). Kepopuleran Kemamang akhirnya menenggelamkan nama Desa Siti Rejo, oleh para pejabat pada saat itu, Desa Siti Rejo diganti dengan nama Desa Kemamang. Adapun yang menjadi Kepala Desa pertama adalah Karyo Yudo (sebelum 1927).

  

Side Real Story (Sumber)

Pengalaman pertama saya bertemu dengan hantu Kemamang terjadi sekitar tahun 2003, ketika itu saya masih duduk dibangku SMP (Sekolah Menengah Pertama/SLTP) kelas dua (istilah sekarang; kelas XI). Saya tinggal di sebuah desa kecil di pinggiran Kota Jepara, Jawa Tengah. Sebagai orang desa, hal mistis dan bertemu dengan makhluk halus merupakan hal yang lumrah, tapi sangat ditakuti oleh kebanyakan orang, apalagi saya yang masih anak-anak. Tak akan kebayang bagaimana rasanya bertemu dengan makhluk gaib, bahasa kasarnya orang menyebut dengan istilah Setan, walaupun istilah antara Makhluk Gaib dan Setan (Hantu), serta Jin itu sangat rancu penggunaannya.

Anak-anak pedesaan dalam hal mengenyam pendidikan dibangku sekolah sangat luar biasa menurut saya, dalam keterbatasan fasilitas saja mereka tetap semangat belajar. Sedikit cerita dulu bagunan Sekolah Dasar/SD saya hampir roboh dan atapnya ditopang tiang penyangga bantuan dari bambu, bahkan jika ada angin kencang semua siswa dikomando untuk keluar ruangan semua, karena takut roboh. Pada akhirnya sekolah ini benar-benar roboh di musim penghujan, untungnya robohnya bangunan pada malam hari saat tidak ada kegiatan belajar mengajar. Setiap hari dipenuhi dengan kegiatan belajar, bukan hanya wajib belajar sembilan tahun dan tiga tahun lanjutan di sekolah formal (SD, SMP dan SMA) saja. Di pagi hari mereka belajar di sekolah-sekolah formal, di siang hari setelah sekolah, mereka pergi belajar ilmu agama di Madrasah sampai sore, dan pada malamnya setelah Maghrib mereka belajar mengaji, bahkan kegiatan mengaji kadang dilakukan setelah shalat Subuh.

Waktu itu saya kelas dua SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan kelas enam di Madrasah Dinniyah (setingkat dengan SD/Sekolah Dasar). Nah, karena saya kelas enam Madrasah Dinniyah (Madin), sebagai syarat kelulusan akan diadakan ujian kelulusan Madin serentak di Kabupaten Jepara (setara Ujian Nasioanal). Untuk menyukseskan ujian tersebut, wali kelas Madin saya mengadakan kegiatan belajar tambahan pada malam hari setelah shalat Isya’ di sekolah.

Bangunan Madrasah saya ini terletak di tengah desa, bangunan berbentuk letter U ini tanpa penjaga di malam hari dan hanya ada satu lantai tanpa penerangan di malam hari; di depan merupakan halaman yang sangat luas serta banyak ditumbuhi pohon Mangga yang besar, di samping kanan dan kiri merupakan kebun kosong milik warga dan di belakang madrasah adalah kebun kosong yang tak jauh dari area kuburan (pemakaman). Jarak antara rumah warga lumayan jauh, karena dalam mendirikan bangunan hunian, biasanya warga mempunyai halaman luas di depan dan kebun di belakang atau samping. Kuburan (pemakaman) di desa sangat unik, karena biasanya pemakaman terletak di sekitar bahkan di dalam hutan Bambu, jadi hampir semua kuburan yang ditemui pasti ada hutan bambunya. Hutan Bambu itu sangat menyeramkan, pada siang hari yang terik saja saat kamu berada di dalam hutan Bambu keadaannya terlihat gelap, karena sinar matahari terhalang oleh dedaunan Bambu dan kamu seolah berjalan didalam sebuah gua yang banyak lorong bercabangnya, coba bayangkan seperti apa keadaannya jika malam hari.

Pada malam itu saya lupa kejadiannya hari apa. Kami sepakat berkumpul di salah satu rumah teman untuk berangkat ke Madrasah bersama-sama dengan jalan kaki layaknya seorang Santri memakai Baju Koko dan  Sarung serta sendal dan menenteng buku dan kitab. Jumlah siswa tidak cukup banyak, karena hanya terdiri dari satu kelas saja, sekitar dua puluhan siswa. Saat kita telah sampai di depan gedung Madrasah, kita mendapati kelas dalam keadaan gelap, itu artinya wali kelas belum datang, dan hanya beliau yang memegang kunci kelas. Kita sepakat untuk menunggu di depan rumah warga di sebelah kiri Madrasah. Alasan kita menunggu di rumah warga adalah karena kita takut jika harus menunggu di gedung Madrasah, bangunan ini banyak sekali kejadian mistisnya, itulah yang kita takutkan. Antara rumah ini dan Madrasah di pisahkan oleh kebun yang terdapat kamar mandi dan sumur terbuka tanpa atap (biasanya orang Jawa dahulu jika membangun murah fasilitas kamar mandi dan sumur itu terpisah dari bangunan rumah utama), terlihat gelap kalau malam karena minim penerangan. Rumah ini sudah sepi dan semua pintu sudah ditutup semua, karena penghuninya hanya kakek nenek yang sudah renta. Kita tidak menunggu tepat di depan rumah ini, tapi di depan kamar mandi dan sumur tengah kebun (antara rumah dan Madrasah). Takut mengganggu kalau nongkrong di depan rumah orang, maklum anak muda suka becanda kelewatan dan berisik.

Kita hanya tujuh orang jumlahnya dan semua adalah cowok, dengan memakai Sarung, peci dan sandal jepit serta buku yang ditenteng kita berdiri mengobrol sambil menunggu guru datang. Karena kita dari blok Wetan (Timur) dan yang blok Kulon (Barat) tidak tahu menunggu di sebelah mana. Saat asik ngobrol dan becanda, saya melihat kearah kebun belakang antara Madrasah dan rumah ini. Keadaannya sangat gelap, entah kenapa hanya saya saja yang melihat, dari jarak kurang dari 10 meter saya melihat ada secercah cahaya jingga seperti bara api, hanya sebesar biji buah Kelengkeng saja nampaknya. Saya kira orang yang buang hajat sambil merokok (dalam lingkungan desa dulu, bagi warga yang tidak mempunyai WC/kakus biasanya buang hajat dilaksanakkan di kebun), keadaannya saat itu sangat gelap, bahkan saya tidak bisa memelihat letak pohon di kebun itu.

Awalnya saya acuh, karena buat apa mengusik orang buang hajat. Saat saya memberi tahu salah satu teman saya, bahwa ada orang yang buang hajat di kebun dan hanya nampak bara api rokoknya saja, serentak semua teman saya melihat ke arah yang saya tunjukkan. Dan kita menerka-nerka siapa yang buang hajat di sana, soalnya agak kebelakang lagi dari kebun itu adalah area kuburan dan orang yang buang hajat tanpa penerangan itu termasuk orang yang sangat berani, bukan takut karena gelap, setidaknya takut kalau digigit ular.

Saat kita saling menerka dan adu jawaban, tiba-tiba bara api itu bertambah semakin banyak, seperti berlipat ganda dan melayang berputar-putar. Sampai pada peristiwa ini pun kita masih menerka, mungkin itu bara api dari sampah dedaunan yang dibakar di sore hari. Tapi spekulasi kita masih mentok, jika itu bara api dari sampah kenapa tidak nampak asapnya, dan mana mungkin bara api itu bisa berputar seharusnya melayang ke atas. Ketinggian kumpulan bara api itu pun tak realistis jika dihubungkan dengan sampah daun yang dibakar, karena terlalu tinggi untuk ukuran sampah daun yang di tumpuk.

Jumlah bara api itu pun semakin banyak dan terus berputar, kita dibuat bingung dan kaget dengan peristiwa itu, sampai akhirnya kumpulan bara api itu berputar sangat cepat dan bles….. muncullah seukuran bola sepak dengan api yang berkobar-kobar, seketika itu kita semua langsung lari terbirit-birit mencari tempat yang lebih aman, ada sandal teman saya yang tertinggal karena terinjak, dan bahkan ada yang sampai terjatu

Saat kita berada di salah satu rumah warga yang agak jauh dari lokasi peristiwa tadi, kita mulai membahas peristiwa itu, ada bilang itu merupakan Banaspati ada yang bilang itu Antu (seperti Kemamang, Antu ini berwujud cahaya seperti kumpulan Konang [Bahasa: Kunang-kunang], biasanya penampakan Antu ini menandakan akan adanya musibah, seperti lokasi di mana penampakan tersebut menyebabkkan orang yang tinggal di tempat tersebut akan sakit bahkan meninggal).

Sebenarnya antara Banaspati, Kemamang dan Antu ini agak kurang begitu dimengerti perbedaannya, Ibu saya bilang itu namanya Antu, selain menandakan orang sakit dan akan meninggal, menurut kepercayaan orang di daerah pesisir pantai utara Jawa, Antu merupakan hantu berwujud cayaha kecil yang berterbangan yang dapat menyebabkan bentol-bentol panas dan merah di badan sebagai akibat dari memakai pakaian yang dijemur di luar rumah dan tidak diangkat pada malam hari. Karena peristiwa itu, kita batal mengikuti kegiatan belajar tambahan di Madrasah dan ternyata gurunya pun tidak datang pada malam itu.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

September 10 is National Suicide Prevention Day